Ada dua orang saleh
yang terlibat transaksi jual beli tanah. Si pembeli mengolah tanahnya untuk
ditanami, tetapi tiba-tiba ia menemukan sebuah bejana yang berisi penuh
perhiasan emas. Ia memang seorang yang sangat wara’ (berhati-hati terhadap
barang yang syubhat, apalagi yang haram), karena merasa bukan miliknya, ia
membawa bejana berisi emas tersebut kepada penjual tanah, dan berkata, “Aku
menemukan bejana berisi emas ini di tanah yang aku beli, ini pasti milikmu,
ambillah!!”
Sang penjual tanah, selain saleh ia juga
sangat wara’ seperti halnya si pembeli tanah itu, ia berkata, “Saya menjual
tanah dan segala apa yang ada di dalamnya, jadi perhiasan-perhiasan itu memang
milikmu!!”
“Tidak bisa,” Kata pembeli tanah lagi, “Aku
hanya berniat (dan berakad) membeli tanahmu, dan tidak membeli emas-emasmu!!”
Penjual tanah berkata, “Emas itu engkau
temukan setelah tanah itu menjadi milikmu, jadi ia memang milikmu, bukan
milikku!!”
Begitulah, mereka terus berdebat untuk menolak
memiliki bejana berisi perhiasan emas yang nilainya (harganya) tentu sangat
tinggi. Hal itu mereka lakukan semata-mata karena tidak ingin ‘kemasukan’ dan
memakan barang syubhat, yang akhirnya akan sangat menyulitkan mereka di yaumul
hisaab kelak.
Karena masing-masing tidak mau ‘mengalah’ untuk
memiliki perhiasan-perhiasan tersebut, mereka membawa perkaranya ke seorang
Hakim. Setelah masing-masing menceritakan permasalahan dan argumennya, sang
Hakim hanya menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya, tetapi tampak sekali
kekagumannya. Setelah berfikir sejenak, ia berkata, “Apakah kalian mempunyai
anak!!”
Salah seorang berkata, “Saya mempunyai anak
laki-laki!!”
Satunya lagi berkata, “Saya mempunyai anak
perempuan!!”
Sang Hakim berkata, “Nikahkanlah anak-anak
kalian, dan berikan bejana berisi emas itu kepada mereka untuk bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya!!”
Mereka berdua menerima solusi yang
diputuskan Hakim, dan menikahkan anak-anak mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar